BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran
merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang
dan menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana
yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Ini sesuai dengan yang
di nyatakan oleh Brooks bahwa “pembaruan dalam pendidikan harus dimulai dari
‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana guru mengajar’, bukan dari
ketentuan-ketentuan hasil”.
Guru harus
menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks. Artinya,
pembelajaran tersebut harus menunjukkan kenyataan bahwa pembelajaran
berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan dan guru pun harus mengerti bahwa
siswa-siswa pada umumnya memiliki taraf perkembangan perkembangan yang
berbeda-beda. Cara memahami materi yang diajarkan berbeda-beda, ada yang bisa
menguasai materi lebih cepat dengan mendengar (auditif), dan ada juga yang menguasai materi lebih cepat dengan
melihat atau membaca (visual).[1]
Keberhasilan proses
pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan
sosial, dan lain-lain. Namun dari
faktor-faktor
itu, guru dan siswa faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan siswa
tersebut dapat dirunut melalui pemahaman hakikat pembelajaran, yakni
sebagai usaha sadar guru untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan
kebutuhan minatnya.
Belajar di
anggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan
latihan. Hilgard mengungkapkan, “Learning
is the prosses by wich an activity originates or changed through training
procedurs (wether in the laboratory or in the naural environment) as
distinguished from changes by factors not atrubutable to training.” Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses
perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam
laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.
Belajar
bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang
terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan
perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan yang disadari.[2]
Bagi bangsa
Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan
nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
paragraf keempat. Secara umum, tujuan pendidikan nasional adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang
dilakukan dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual kagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan secara lebih terperinci, pendidikan nasional dijelaskan pada
Pasal 3 UUSPN No.20/2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab.
Dilihat
dari tridomain pendidikan (kognitif, afektif, psikomotorik), tatanan nilai yang
tertuang dalam pembukaan UUD’45 khususnya yang tertuang dalam UU No.2/1989 dan
UU No.2/2003 lebih banyak didominasi oleh domain afektif atau cenderung kepada
pembentukan sikap. Hal ini menunjukan bahwa tatanan nilai (kepribadian yang
luhur)
berfungsi sebagai pengayom domain
lainya.[3]
Dengan
demikian, di satu sisi pendidikan merupakan sebuah upaya penanaman nilai-nilai
kepada peserta didik dalam rangka membentuk watak dan kepribadiannya.
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan peneliti pada Madrasah Ibtidaiyah Tabiyatul Athfal dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut: (1) Pembelajaran di kelas yang monoton, (2)
Karakteristik peserta didik yang berbeda-beda, (3) Penurununan prestasi belajar
pada mata pelajaran Ipa, (4) Lingkungan belajar yang kurang kondusif, karena
berdekatan dengan gedung PAUD yang tepat bersampingan dengan ruangan kelas 1 MI
Tarbiyatul Athfal.
Dari situasi dan kondisi seperti ini sangat mepengaruhi proses belajar
mengajar yang berlangsung, seperti keramaian siswa PAUD yang bersebelahan,
sehingga dapat mengganggu konsentrasi belajar peserta didik. Pembelajaran yang
dilakukan oleh guru juga cenderung monoton, dalam arti guru memakai model
itu-itu saja dalam proses belajar mengajar. Sehingga peserta didik merasa cepat
bosan dan mencari aktivitas lain di dalam kelas yang bisa membuatnya senang.
Dari hal tersebut dapat berdampak prestasi pada setiap peserta didik. Selain
itu, banyak orang tua bersikap masa bodoh dengan prestasi belajar anaknya yang
menyebabkan kemrosotan nilai pada mata pelajaran Ipa, dan perhatian siswa dapat
terganggu.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pelaksaan pembelajaran di
Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Athfal tidak kondusif. Hal ini berakibat pada
prestasi belajar peserta didik yang menurun. Adapun nilai yang diperoleh
peserta didik pada mata pelajaran IPA kelas III semester 1 tahun 2011-2012
adalah 6.2 yakni dibawah standar. Sedangkan nilai standar
yaitu 6,5 maka dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
kurang optimal.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi,
keaktifan, kreativitas, efektifitas, dan rasa senang yang kemudian berdampak
pada peningkatan prestasi belajar peserta didik adalah model pembelajaran kuantum
(quantun teaching). Pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi dari
pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen
belajar. Menurut Bobbi dePorter (2005:5) “Quantum
is an interaction that change energy inti light”.
Maksud dari “Energi menjadi cahaya” adalah mengubah semua
hambatan-hambatan belajar yang selama ini dipaksakan untuk terus dilakukan
menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain, dengan
memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Pengubahan hambatan-hambatan
belajar tersebut bisa dengan menggunakan beberapa cara, yaitu dengan mulai
membiasakan menggunakan lingkungan sekitar belajar sebagai media belajar,
menjadikan system komunikasi sebagai perantara ilmu dari guru ke siswa yang
paling efektif, dan memudahkan segala hal yang diperlukan oleh siswa.[4]
Pembelajaran kuantum ini memuat tujuan-tujuan yang kemudian menjadi
tujuan pokok dalam suatu proses pembelajaran untuk siswa, yaitu meningkatkan partisipasi
siswa, meningkatkan motivasi dn minat belajar, meningkatkan daya ingat,
meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan
kehalusan perilaku. Tujuan-tujuan pokok tersebut diharapakn dapat mengubah
nuansa pembelajaran antara guru dan murid, yang sebelumnya satu arah menjadi dua
arah, yang sebelumnya menakutkan menjadi menyenangkan.[5]
Berdasarkan
alasan tersebut, penulis ingin memecahkan masalah dengan menggunakan model
pembelajaran kuantum karena strategi tersebut bisa
diterapkan di sekolah dasar. Seperti yang telah dikutip oleh Bobbi de Porter (dalam Ari
Nilandri, 1994;4) menyatakan bahwa
quantum teaching mencakup
petunjuk spesifik, untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang
kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang
dikemukakan diatas diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :
a)
Adanya prestasi belajar untuk mata pelajaran IPA yang rendah.
b) Adanya
faktor lingkungan sekolah yang
kurang mendukung dalam proses belajar mengajar.
c)
Kurangya perhatian peserta
didik dalam proses kegiatan pembelajaran.
d) Adanya karektristik peserta didik yang berbeda
serta kelebihan dan kelemahan sehingga mempengaruhi penerimaan mata pelajaran
IPA.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang
telah ditentukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu, ingin meningkatkan
prestasi belajar peserta didik
pada mata pelajaran IPA melalui
pembelajaran kuantum
(quantum teaching) bagi
peserta didik MI Tarbiyatul Athfal, Desa Sukoiber, Kecamatan Gudo,
Kabupaten Jombang.
D.
Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis adalah sebagai upaya meningkatkan minat belajar peserta didik
di kelas. Mengingat pendidikan formal adalah salah satu bentuk kepedulian dan
kewajiban terhadap generasi penerus bangsa. Bukan hanya mengajar secara monoton
yang berakibat pada situasi belajar di kelas, tetapi juga membuat siswa lebih
nyaman mengikuti pembelajaran dengan cara melibatkannya secara langsung. Guru
mendapat amanat dan tanggung jawab untuk membimbing, membentuk dan menanamkan
pendidikan yang PAKEMI terhadap peserta didik.
2. Secara Praktis
a. Bagi jajaran Dinas
Pendidikan atau lembaga terkait, hasil penelitian dapat dipertimbangkan untuk
menentukan kebijakan bidang pendidikan, terutama berhubungan dengan peningkatan
mutu pendidikan di sekolah.
b. Bagi
Kepala Sekolah dan Pengawas, hasil penelitian dapat membantu meningkatkan
pembinaan profesional dan supervisi kepada para guru secara lebih efektif dan
efisien.
c. Bagi
para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan guna
melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi pengembangan profesionalisme dalam
pelaksanaan tugas profesinya.
d. Bagi
MI Tarbiyatul Athfal, Desa Sukoiber, Kecamatan Gudo,
Kabupaten Jombang, sabagai obyek penelitian, hasil
penelitian ini dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai prestasi
belajar yang optimal.
e. Merupakan suatu kehormatan tersendiri
bagi penulis dengan memberikan sedikit kontribusi dalam dunia pendidikan melalui penelitian
tentang meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran ipa
melalui model pembelajaran kuantum (quantum teaching ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar