Kamis, 04 April 2013

Penelitian Tindakan Kelas


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Ini sesuai dengan yang di nyatakan oleh Brooks bahwa “pembaruan dalam pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana guru mengajar’, bukan dari ketentuan-ketentuan hasil”.
Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks. Artinya, pembelajaran tersebut harus menunjukkan kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan dan guru pun harus mengerti bahwa siswa-siswa pada umumnya memiliki taraf perkembangan perkembangan yang berbeda-beda. Cara memahami materi yang diajarkan berbeda-beda, ada yang bisa menguasai materi lebih cepat dengan mendengar (auditif), dan ada  juga yang menguasai materi lebih cepat dengan melihat atau membaca (visual).[1]
Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan sosial, dan lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, guru dan siswa faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan siswa tersebut dapat dirunut melalui pemahaman hakikat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan kebutuhan minatnya.
Belajar di anggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan, “Learning is the prosses by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the naural environment) as distinguished from changes by factors not atrubutable to training.”  Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.
Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.[2]
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, paragraf keempat. Secara umum, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan secara lebih terperinci, pendidikan nasional dijelaskan pada Pasal 3 UUSPN No.20/2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
            Dilihat dari tridomain pendidikan (kognitif, afektif, psikomotorik), tatanan nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD’45 khususnya yang tertuang dalam UU No.2/1989 dan UU No.2/2003 lebih banyak didominasi oleh domain afektif atau cenderung kepada pembentukan sikap. Hal ini menunjukan bahwa tatanan nilai (kepribadian yang luhur)
berfungsi sebagai pengayom domain lainya.[3] Dengan demikian, di satu sisi pendidikan merupakan sebuah upaya penanaman nilai-nilai kepada peserta didik dalam rangka membentuk watak dan kepribadiannya.
            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada Madrasah Ibtidaiyah Tabiyatul Athfal dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) Pembelajaran di kelas yang monoton, (2) Karakteristik peserta didik yang berbeda-beda, (3) Penurununan prestasi belajar pada mata pelajaran Ipa, (4) Lingkungan belajar yang kurang kondusif, karena berdekatan dengan gedung PAUD yang tepat bersampingan dengan ruangan kelas 1 MI Tarbiyatul Athfal.
Dari situasi dan kondisi seperti ini sangat mepengaruhi proses belajar mengajar yang berlangsung, seperti keramaian siswa PAUD yang bersebelahan, sehingga dapat mengganggu konsentrasi belajar peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru juga cenderung monoton, dalam arti guru memakai model itu-itu saja dalam proses belajar mengajar. Sehingga peserta didik merasa cepat bosan dan mencari aktivitas lain di dalam kelas yang bisa membuatnya senang. Dari hal tersebut dapat berdampak prestasi pada setiap peserta didik. Selain itu, banyak orang tua bersikap masa bodoh dengan prestasi belajar anaknya yang menyebabkan kemrosotan nilai pada mata pelajaran Ipa, dan perhatian siswa dapat terganggu.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pelaksaan pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Athfal tidak kondusif. Hal ini berakibat pada prestasi belajar peserta didik yang menurun. Adapun nilai yang diperoleh peserta didik pada mata pelajaran IPA kelas III semester 1 tahun 2011-2012 adalah 6.2 yakni dibawah standar. Sedangkan nilai standar yaitu 6,5 maka dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kurang optimal.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi, keaktifan, kreativitas, efektifitas, dan rasa senang yang kemudian berdampak pada peningkatan prestasi belajar peserta didik adalah model pembelajaran kuantum (quantun teaching). Pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi dari pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Menurut Bobbi dePorter (2005:5) “Quantum is an interaction that change energy inti light”.
Maksud dari “Energi menjadi cahaya” adalah mengubah semua hambatan-hambatan belajar yang selama ini dipaksakan untuk terus dilakukan menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain, dengan memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Pengubahan hambatan-hambatan belajar tersebut bisa dengan menggunakan beberapa cara, yaitu dengan mulai membiasakan menggunakan lingkungan sekitar belajar sebagai media belajar, menjadikan system komunikasi sebagai perantara ilmu dari guru ke siswa yang paling efektif, dan memudahkan segala hal yang diperlukan oleh siswa.[4]
Pembelajaran kuantum ini memuat tujuan-tujuan yang kemudian menjadi tujuan pokok dalam suatu proses pembelajaran untuk siswa, yaitu meningkatkan partisipasi siswa, meningkatkan motivasi dn minat belajar, meningkatkan daya ingat, meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku. Tujuan-tujuan pokok tersebut diharapakn dapat mengubah nuansa pembelajaran antara guru dan murid, yang sebelumnya satu arah menjadi dua arah, yang sebelumnya menakutkan menjadi menyenangkan.[5]
Berdasarkan alasan tersebut, penulis ingin memecahkan masalah dengan menggunakan model pembelajaran kuantum karena strategi tersebut bisa diterapkan di sekolah dasar. Seperti yang telah dikutip oleh Bobbi de Porter (dalam Ari Nilandri, 1994;4) menyatakan bahwa quantum teaching mencakup petunjuk spesifik, untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang dikemukakan diatas diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :
a)   Adanya prestasi belajar untuk mata pelajaran IPA yang rendah.
b)  Adanya faktor lingkungan sekolah yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar.
c)   Kurangya perhatian peserta didik dalam proses kegiatan pembelajaran.
d)   Adanya karektristik peserta didik yang berbeda serta kelebihan dan kelemahan sehingga mempengaruhi penerimaan mata pelajaran IPA.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu, ingin meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA melalui pembelajaran kuantum (quantum teaching) bagi peserta didik MI Tarbiyatul Athfal, Desa Sukoiber, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang.
D. Manfaat Penelitian
1.    Secara Teoritis adalah sebagai upaya meningkatkan minat belajar peserta didik di kelas. Mengingat pendidikan formal adalah salah satu bentuk kepedulian dan kewajiban terhadap generasi penerus bangsa. Bukan hanya mengajar secara monoton yang berakibat pada situasi belajar di kelas, tetapi juga membuat siswa lebih nyaman mengikuti pembelajaran dengan cara melibatkannya secara langsung. Guru mendapat amanat dan tanggung jawab untuk membimbing, membentuk dan menanamkan pendidikan yang PAKEMI terhadap peserta didik.
2.    Secara Praktis
a. Bagi jajaran Dinas Pendidikan atau lembaga terkait, hasil penelitian dapat dipertimbangkan untuk menentukan kebijakan bidang pendidikan, terutama berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
b.  Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas, hasil penelitian dapat membantu meningkatkan pembinaan profesional dan supervisi kepada para guru secara lebih efektif dan efisien.
c.  Bagi para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan guna melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi pengembangan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas profesinya.
d.  Bagi MI Tarbiyatul Athfal, Desa Sukoiber, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, sabagai obyek penelitian, hasil penelitian ini dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai prestasi belajar yang optimal.
e.      Merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi penulis dengan memberikan sedikit kontribusi dalam dunia pendidikan melalui penelitian tentang meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran ipa melalui model pembelajaran kuantum (quantum teaching ).


[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada), hal.323

[2] Wina Sanjaya, Strategi pembelajaran Berorientai Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), hal.110

[3] Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekoleh (Upaya Menegmbangkan PAI dari Teori ke Aksi), (Malang:UIN Maliki Press, 2009), hal. 3
[4] Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada), hal.330
[5] Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada), hal.331

Tidak ada komentar:

Posting Komentar